Selasa, 30 Juni 2015

The Kingdom of Banggai Sulawesi Tengah

Menulusuri Jejak Kerajaan Banggai        
     Kerajaan Banggai, awalnya hanya meliputi wilayah Banggai Kepulauan, namun kemudian oleh Adi Cokro yang bergelar Mumbu Doi Jawa disatukan dengan Wilayah Banggai Darat.Bukti bahwa kerajaan Banggai sudah di kenal sejak zaman Mojopahit dengan nama Benggawi setidaknya dapat di lihat dari apa yang telah di tulis seorang pujangga Mojopahit yang bernama Mpu Prapanca dalam bukunya “Negara Kartagama” buku bertarikh caka 1478 atau tahun 1365 Masehi, yang dimuat dalam seuntai syair nomor 14 bait kelima sebagai berikut “Ikang Saka Nusa-Nusa Mangkasara, Buntun Benggawi, Kuni, Galiayo, Murang Ling.(sumber https://id.wikipedia.org/).



Wilayah Kerajaan Bang­gai saat ini mencakup Kabupaten Banggai Kepulauan dan atau Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah. Menurut buku Babad Banggai Sepin­tas Kilas, kerajaan ini di­perkirakan berdiri pada 1525. Jika merujuk kepada Nagarakretagama karangan Mpu Prapanca yang bertarikh 1278 Saka (1365 M), Prapanca menyebut sebuah tempat bernama Banggawi.dalam bahasa sangsekerta disebutkan seperti ini "Ikang Saka Nusa-Nusa Mangkasara, Buntun Benggawi, Kuni, Galiayo, Murang Ling Salayah, Sumba, Solor, Munar, Muah, Tikang, I Wandleha, Athawa Maloko, Wiwawunri Serani Timur Mukadi Ningagaku Nusantara("http://www.wacananusantara.org/")Konon, nama Banggai dahulu bernama “Tano Bolukan”. Tano Bolukan merupakan suatu kerajaan tertua di daerah Banggai Kepulauan yang merupakan hasil penggabungan kerajaan-kerajaan kecil. Syarif (2008) yang menulis tentang sejarah kerajaan Banggai dalam bukunya “Sekilas Tentang Kerajaan Banggai” memberi gambaran tentang empat kerajaan ini. Bahwa di wilayah kekuasaan kerajaan Banggai berdiri empat kerajaan yang memiliki wilayah yang berdaulat atas wilayahnya; Babulau + 5 km dari desa Tolise Tubuno, Kokini berkedudukan di desa Lambako, Katapean berkedudukan di desa Sasaba + 5 km. Monsongan dan Singgolok berkedudukan di Bungkuko Tatandak+ 7 km dari desa Gonggong.Keempat kerajaan tersebut dipimpin oleh sekumpulan pemimpin yang di sebut dengan “Basalo Sangkap” (Empat Besar) yang pada masa Kerajaan Banggai mereka selanjutnya berfungsi sebagai Dewan Kerajaan. Basalo Sangkap inilah orang-orang Tano Bolukan, atau orang-orang Banggai menamakan dan menganggap mereka itu “Tano Bukuno” atau “Tano Tumbuno” artinya yang mempunyai tanah atau orang Banggai asli.Sementara itu Setyo Utomo-Jaya Marhum (1995:25) dalam bukunya “Selayang Pandang Kabupaten Banggai” menyatakan pada awalnya daerah yang sekarang dikenal sebagai kabupaten daerah tingkat II tingkat Banggai banyak berdiri kerajaan. Satu dari sekian kerajaan itu, yang tertua bernama kerajaan bersaudara Buko-Bulagi. Letak kerajaan itu di Pulau Peling (Peleng) belahan barat. Belakangan muncul pula kerajaan-kerajaan baru seperti, kerajaan Sisipan, kerajaan Liputomundo, Kadupang. Kesemuanya ada di pulau Peling tengah. Masa itupun telah berdiri kerajaan yang cukup besar yakni Bongganan di sebelah timur Peling. Upaya memekarkan kerajaan Bongganan dilakukan salah seorang pangeran dan beberapa bangsawan kerajaan Banggai. Kala itu kerajaan Banggai wilayahnya hanya meliputi pulau Banggai.Di Banggai Darat pada masa itu berdiri pula kerajaan Bualemo di sebelah utara. Di bagian selatan, ada kerajaan tiga bersaudara Motiandok, Balalowa, di tambah satu kerajaan lagi bernama Gori-Gori di bagian paling selatan. Perkembangan kerajaan Banggai yang terpusat di pulau Banggai, mulai pesat dan menjadi Primus Inter Peres atau yang utama dari beberapa kerajaan yang ada. Ketika pemerintahan kerajaan Banggai masih berada di bawah pimpinan kesultanan Ternate akhir abad 16.H. S. Padeatu (2005:28) dalam bukunya “Sepintas Kilas Sejarah Banggai” juga mengatakan di Banggai kepulauan terdapat beberapa kerajaan kecil yaitu kerajaan Buko (di kecamatan Buko sekarang), Bulagi, Peling, dan Saluap (di kecamatan Bulagi sekrang), Lipotomundo, Kadupang dan Sisipan (di kecamatan Liang sekarang), Bonggananan (di kecamtan Tinakung dan kecamatan Totikum sekarang) dan Banggai (kecamatan Banggai, kecamatan Bangkurung dan kecamatan Labobo sekarang).Semua yang berada di kerajaan-kerajaan tersebut adalah penduduk asli yang mengunakan bahasa Aki (bahasa Banggai, artinya: Tidak). Kerajaan yang terkenal dari semua kerajaan itu, termasuk kerajaan Tompotikka di Banggai Darat dan kerajaan Bongganan di Banggai kepulauan, ialah kerajaan Banggai di Banggai kepulauan. Bahkan, sampai saat ini nama “Banggai“ masih tetap di pakai sebagai nama dan kabupaten yaitu kabupaten Banggai dan kabupaten kepulauan.Sistem pemerintahan Kerajaan BanggaiPengaruh Islam ke kerajaan-kerajaan di Sulawesi sangat terasa pada abad ke 16. Penyebaran Islam di Sulawesi khususnya di Sulawesi Tengah ini merupakan hasil dari ekspansi kerajaan-kerajaan di Sulawesi Selatan. Pengaruh yang mula-mula datang adalah dari Kerajaan Bone dan Kerajaan Wajo. Dengan meluasnya pengaruh Sulawesi Selatan, menyebar pula agama Islam. Daerah-daerah yang diwarnai Islam pertama kali adalah daerah pesisir.Tome Pires dalam bukunya yang berjudul Suma Oriental mengatakan bahwa di zamannya itu sebagian besar raja-raja yang ada Nusantara sudah beragama Islam, akan tetapi masih tetap ada daerah-daerah atau negeri yang belum menganut agama Isalam di Nusantara. Penyebaran agama Islam di lakukan di daerah-daerah pesisir pantai para pedangang- pedangang muslim dari Gujarat (Persia) dan para pedangang tersebut menikah dengan masyarakat setempat dan terjadilah percampuran kepercayaan. Selanjutnya di Indonesia bagian timur agama Islam tiba dan berkembang di “kepulaun rempah-rempah” Maluku Indonesia Timur. Para pedangang muslim dari Jawa dan Melayu menetap di pesisir Banda, tetapi tidak ada seorang raja pun disana, dan daerah pedalaman masih di huni oleh penduduk nonmuslim. Ternate, Tidore, dan Bacan mempunyai raja-raja muslim. Penguasa-penguasa Tidore dan Bacan memekai gelar “Raja”, tetapi penguasa Ternate telah menggunakan gelar “Sultan”, dan raja Tidore bernama Arab, al-Mansur.Pengaruh Sulawesi Selatan begitu kuat terhadap Kerajaan-Kerajaan di Sulawesi Tengah, bahkan sampai pada tata pemerintahan. Struktur pemerintahan kerajaan-kerajaan di Sulawesi Tengah akhirnya terbagi dua, yaitu, yang berbentuk Pitunggota dan lainnya berbentuk Patanggota.Pitunggota adalah suatu lembaga legislatif yang terdiri dari tujuh anggota dan diketuai oleh seorang Baligau. Struktur pemerintahan ini mengikuti susunan pemerintahan ala Bone dan terdapat di Kerajaan Banawa dan Kerajaan Sigi. Struktur lainnya, yaitu, Patanggota, merupakan pemerintahan ala Wajo dan dianut oleh Kerajaan Palu dan Kerajaan Tawaeli. Patanggota Tawaeli terdiri dari Mupabomba, Lambara, Mpanau, dan Baiya.Pangaruh lainnya adalah datang dari Mandar. Kerajaan-kerajaan di Teluk Tomini adalah cikal bakalnya berasal dari Mandar. Pengaruh Mandar lainnya adalah dengan dipakainya istilah raja. Sebelum pengaruh ini masuk, di Teluk Tomini hanya dikenal gelar Olongian atau tuan-tuan tanah yang secara otonom menguasai wilayahnya masing-masing.  Selain pengaruh Mandar, kerajaan-kerajaan di Teluk Tomini juga dipengaruhi  Gorontalo dan Ternate. Hal ini terlihat dalam struktur pemerintahannya yang sedikit banyak mengikuti struktur pemerintahan di Gorontalo dan Ternate tersebut. Struktur pemerintahan tersebut terdiri dari Olongian (kepala negara), Jogugu (perdana menteri), Kapitan Laut (Menteri Pertahanan), Walaapulu (menteri keuangan), Ukum (menteri perhubungan), dan Madinu (menteri penerangan).Untuk urusan pemerintahan di Kerajaan Banggai, di pegang langsung oleh seorang Raja atau Tomundo atau Tuutuu. Raja di pilih dan di angkat oleh Basalo Sangkap (Dewan Kerajaan) langsung dari keturunan atau sekurang-kurangnya ada ikatan hubungan keluarga dengan raja. Selain itu, Basalo Sangkap juga memperhatikan kecakapan dan kesanggupan untuk memimpin. Basalo Sangkap menjadi seperti lembaga legislatif yang kemudian bertugas memilih, melantik, dan memberhentikan raja Banggai. Basalo Sangkap dengan kedudukan sebagai lembaga tinggi sejajar dengan Tomundo (Raja). Basalo Sangkap membidangi urusan Legislatif dan penasihat Tomundo. Sedangkan Tomundo membidangi urusan Eksekutif / pemerintahan kerajaan.("http://www.wacananusantara.org/kerajaan-banggai/").Daftar Raja Banggai (tomundo)[sunting | sunting sumber]1648 - 1689 Benteng Paudagar1689 - 1705 Balantik Mbulang1795 - 1728 Kota Abdul Gani1728 - 1753 Bacan Abu Kasim1753 - 1768 Mondonu Kabudo1768 - 1773 Padongko Ansyara1773 - 1809 Dinadat Mandaria1809 - 1821 Galila Atondeng1821 - 1827 Sau Tadja1827 - 1847 Tenebak Laota1847 - 1852 Bugis Agama1852 - 1858 Jere Tatu Tonga1858 - 1870 Banggai Soak1870 - 1882 Raja Haji Labusana Nurdin1882 - 1900 Raja Haji Abdul Aziz1900 - 1922 Raja Haji Abdul Rahman1922 - 1925 maejlis perwalian Banggai1925 - 1939 Raja Haji Awaluddin (lahir. 1939)1939 - 1959 Raja Haji Sukuran Aminuddin Amir (lahir. 1902 - wafat. 19601939 - 1941 Raja Nurdin Daud -pemangku tomundu1959 - 14 Aug 2005 perantaraan14 Aug 2005 - 27 Jan 2010 Iskandar Zaman Awaluddin (lahir. 1960 - wafat. 2010)27 Jan 2010 - 28 Jan 2010 Raja Muda Irawan Zaman Awaluddin - Pemangku(pertama kali)27 Jan 2010 - 28 Jan 2010 Muhammad Fikran Ramadhan Iskandar Zaman (lahir. 1993 - wafat. 2010)28 Jan 2010 - Raja Muda Irawan Zaman Awaluddin -pemangku (kedua kali) sumber https://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Banggai..
x

0 komentar:

Posting Komentar